JAKARTA — Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam memperkuat konektivitas antara sektor pendidikan dan pasar tenaga kerja sebagai langkah strategis untuk menekan angka pengangguran nasional. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna ke-24 DPR RI di Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Upaya ini menjadi respons atas data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat angka pengangguran nasional mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,01 juta di antaranya merupakan lulusan perguruan tinggi.
“Pemerintah tetap fokus pada penguatan program link and match antara pendidikan dan dunia usaha, pembaruan sistem informasi pasar kerja, serta peningkatan kualitas dan daya saing tenaga kerja nasional,” ujar Sri Mulyani di hadapan anggota DPR.
Ia menyebut bahwa kebijakan fiskal selama ini telah memberikan kontribusi signifikan dalam menekan tingkat pengangguran terbuka yang tercatat sebesar 4,91 persen per Agustus 2024, turun 0,41 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Ini membuktikan bahwa apabila Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikelola secara tepat sasaran, maka negara mampu menjaga stabilitas dan memberikan perlindungan kepada kelompok rentan,” tambahnya.
Menurut data BPS, angkatan kerja Indonesia mengalami kenaikan menjadi 153,05 juta orang, bertambah 3,67 juta dibandingkan Februari 2024. Namun, peningkatan tersebut tidak sebanding dengan kapasitas penyerapan lapangan kerja, sehingga jumlah pengangguran naik 83.450 orang dalam periode yang sama.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli juga menyoroti persoalan serupa. Dalam pernyataan yang disampaikan sebelumnya di Kompleks Parlemen pada 7 Juli 2025, ia menyebutkan bahwa lulusan perguruan tinggi kini semakin kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai.
“Ini menjadi tantangan nyata yang harus segera kita atasi,” ujarnya.
Yassierli menekankan pentingnya kerja sama lintas kementerian, khususnya antara Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, untuk merumuskan solusi konkret yang mampu menjembatani ketimpangan antara output pendidikan dan kebutuhan pasar kerja.**