JAKARTA – Pemerintah dan DPR RI resmi memulai pembahasan revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) setelah Surat Presiden (Surpres) dibacakan dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (23/9/2025).
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, Mufti Anam, menekankan pentingnya aturan larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri (wamen) dalam revisi UU BUMN. Ia menilai rangkap jabatan wamen sebagai komisaris di sejumlah BUMN memicu kekecewaan publik.
“Soal wamen rangkap jabatan, kami ingin memastikan bahwa di Rancangan UU BUMN… di tengah rakyat akses pekerjaan sangat sulit, tapi di sisi lain, Wakil Menteri BUMN di banyak tempat mengisi jabatan-jabatan komisaris yang sangat strategis,” kata Mufti dalam rapat di Komisi VI DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Mufti mendorong agar posisi komisaris diisi oleh profesional muda berbakat agar BUMN lebih adaptif dan inovatif.
“Harapan kami… dipastikan Wamen tidak boleh lagi menjabat di komisaris BUMN agar komisaris-komisaris itu bisa diisi oleh talenta-talenta pemuda berbakat kita,” ujarnya.
Selain isu rangkap jabatan, Mufti juga meminta agar BUMN tetap diperlakukan sebagai penyelenggara negara sehingga bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kita lihat hari ini banyak terjadi korupsi secara masif di BUMN, misalnya Pertamina, Timah, dan banyak lagi,” tegasnya.
Rapat Komisi VI turut dihadiri Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Wamenkumham Eddy Hiariej. Surpres RUU BUMN yang dibacakan Ketua DPR RI Puan Maharani akan menjadi dasar pembahasan revisi UU Nomor 19 Tahun 2003.
Revisi UU BUMN ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Sebelumnya, UU BUMN terakhir direvisi dan disahkan pada 4 Februari 2025.**